Pojokkasus.Com – Surabaya – Organisasi masyarakat Madura Asli Satu (MADAS) Jawa Timur menanggapi keras atas pelaporan yang menimpa Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, terkait upayanya membantu warga dalam persoalan penahanan ijazah oleh sebuah perusahaan di kawasan Pergudangan Margomulyo, Surabaya. MADAS menilai tindakan pelaporan tersebut sebagai bentuk intimidasi terhadap pejabat publik yang berfungsi membantu masyarakat.
Ketua DPD MADAS Jawa Timur, H. Zaenal Fatah, bersama Wakil Ketua Edy Prayitno, SH, yang akrab disapa Edy Macan, menyatakan bahwa merasa geram dan tidak menerima perlakuan atas yang menimpa Armuji. Bahkan, MADAS Jatim tengah mempersiapkan aksi unjuk rasa besar-besaran yang akan melibatkan pergerakan massa di seluruh wilayah Jawa Timur.
Persoalan bermula dari adanya laporan masyarakat mengenai dugaan penahanan ijazah oleh sebuah perusahaan yang berlokasi di kawasan pergudangan Margomulyo. Warga yang merasa dirugikan kemudian melapor langsung kepada Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, dengan harapan mendapatkan bantuan penyelesaian.
Menangapi aduan tersebut, Armuji konfirmasi langsung ke pihak perusahaan melalui sambungan telepon WhatsApp. Namun, dalam komunikasi itu, pihak perusahaan disebut memberikan respons yang tidak menyenangkan. Tak lama berselang, Armuji justru dilaporkan oleh pihak perusahaan, yang memicu reaksi keras dari berbagai pihak, khususnya MADAS.
Dalam pernyataan resminya, H. Zaenal Fatah menegaskan bahwa tindakan Armuji merupakan bentuk kepedulian seorang pejabat terhadap rakyatnya. Menurutnya, Armuji hanya menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat dan pelayan publik yang bertugas menanggapi keluhan masyarakat. Oleh karena itu, pelaporan terhadap Armuji dinilai tidak berdasar dan menciderai prinsip keadilan sosial.
“Kami dari MADAS Jatim tidak tinggal diam melihat kejadian ini. Armuji tidak salah, justru dia memperjuangkan hak rakyat kecil. Tapi malah dilaporkan oleh pihak perusahaan yang diduga menahan ijazah. Ini tidak bisa kami biarkan,” tegas Zaenal.
Edy Macan, dalam kesempatan yang sama, juga menyampaikan bahwa organisasi MADAS, yang mewadahi masyarakat Madura di perantauan, memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi dari perlakuan yang tidak adil.
“Ini bukan semata soal Armuji, tapi soal bagaimana suara rakyat diperlakukan. Jika seorang pejabat saja dilaporkan karena menanyakan nasib rakyat, bagaimana dengan rakyat biasa? Ini preseden buruk. Kami akan turun dengan kekuatan penuh,” ujarnya.
MADAS saat ini sedang mengonsolidasikan kekuatan dari tingkat DPD, DPC hingga DPAC di seluruh Jawa Timur. Menurut informasi yang dihimpun, aksi terungkap akan diadakan dalam waktu dekat di Surabaya, dan akan melibatkan ribuan massa dari berbagai kota/kabupaten. Aksi ini akan dipusatkan di lokasi perusahaan yang diduga melakukan penahanan ijazah, serta sejumlah titik strategis pemerintahan.
“Kami akan berorasi dan melakukan aksi damai, namun tegas. Kami ingin menyampaikan bahwa suara rakyat tidak bisa dibungkam dengan laporan hukum. Kami juga akan mendesak agar aparat penegak hukum menyelidiki praktik ijazah ini secara serius,” tambah Edy Macan.
Penahanan ijazah oleh perusahaan telah lama menjadi isu serius dalam hubungan industrial. Praktik ini sering dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak tenaga kerja, karena ijazah merupakan dokumen pribadi yang tidak dapat dijadikan alat sandera oleh perusahaan, meskipun sebagai jaminan kerja.
Banyak pihak yang menyanyangkan jika perusahaan menggunakan laporan hukum untuk menutup-nutupi dugaan pelanggaran tersebut. Dalam kasus Armuji, publik justru menyoroti mengapa pejabat publik yang menanyakan kebenaran informasi bisa sampai dilaporkan.
“Ini menunjukkan ada yang tidak sehat. Jika ijazah tertahan itu benar terjadi, maka seharusnya perusahaan yang diperiksa, bukan justru pihak yang memperjuangkan kebenaran,” kata salah satu aktivis buruh di Surabaya yang enggan menyebutkan namanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, menyampaikan bahwa dirinya hanya menjalankan tugas untuk merespons masyarakat. Ia menegaskan tidak memiliki niat buruk atau menyerang pihak mana pun, melainkan hanya ingin memastikan bahwa hak warga Surabaya tidak dilanggar.
“Saya hanya ingin memastikan apakah benar ada ijazah yang ditahan. Saya menelpon dengan baik-baik, tapi responnya malah tidak menyenangkan. Lalu saya melaporkan. Ini tentu sangat buruk,” ujar Armuji kepada awak media.
Ia berharap masalah ini dapat diselesaikan secara bijak, dan aparat penegak hukum dapat melihat permasalahan secara objektif, serta berpihak pada keadilan dan kepentingan rakyat kecil.
Dalam situasi ini, MADAS juga menuntut Pemprov Jawa Timur dan lembaga penegak hukum untuk ikut mengawasi dan menyelidiki kasus ini secara transparan. Organisasi ini menilai perlunya penguatan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang seringkali menjadi korban ketidakadilan, termasuk di dunia kerja.
MADAS juga menekankan pentingnya edukasi kepada perusahaan agar tidak menyalahgunakan kekuasaan atau otoritas terhadap karyawan, terutama dalam hal tersingkirnya dokumen pribadi.
Perseteruan antara pihak perusahaan dengan Wakil Wali Kota Surabaya ini menjadi sorotan publik, terutama karena mencakup hak dasar masyarakat dalam mendapatkan kembali dokumen pribadinya. Aksi pengeboran yang akan dilakukan oleh MADAS diprediksi menjadi salah satu yang terbesar pada awal tahun ini di Surabaya.
Dengan semangat “Madura Bersatu, Rakyat Dilindungi,” MADAS mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu memperjuangkan keadilan dan menolak segala bentuk intimidasi terhadap upaya pelayanan publik.
[4R/Tim]
editor : Arri Pratama