Pojokkasus.Com || Sidoarjo || Dukungan terhadap kebijakan larangan penahanan ijazah oleh sekolah negeri terus mengalir. Salah satu elemen masyarakat yang menyuarakan dukungan tersebut adalah Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila Kabupaten Sidoarjo.
Organisasi kepemudaan ini menyatakan sikap tegasnya menyusul dikeluarkannya larangan resmi oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terkait praktik penahanan ijazah siswa yang masih marak terjadi di berbagai sekolah negeri.
Penahanan ijazah selama ini dianggap sebagai tindakan yang tidak manusiawi, apalagi jika dilakukan terhadap siswa dari keluarga kurang mampu yang terhalang biaya pendidikan. Berdasarkan catatan Komisi Nasional Pendidikan, hingga saat ini tercatat lebih dari 400 ijazah yang masih disandera pihak sekolah. Alasan utamanya ialah tunggakan pembayaran, dengan nominal bervariasi mulai dari Rp1,5 juta hingga mencapai Rp8 juta per siswa.
Ketua Pimpinan Cabang SAPMA Pemuda Pancasila Kabupaten Sidoarjo, Andre Harmoko ST, menyampaikan bahwa ijazah bukanlah barang yang bisa dijadikan alat tekanan atau dipolitisasi oleh institusi pendidikan. Ia menyebut bahwa ijazah merupakan hak mutlak setiap siswa sebagai bukti resmi atas jenjang pendidikan yang telah ditempuh.
“Ijazah adalah hak siswa, bukan alat intimidasi atau bahkan pemerasan terselubung. Tidak boleh ada alasan apapun yang membenarkan penahanan ijazah, apalagi jika itu menghambat masa depan lulusan,” ujarnya.
Andre menambahkan bahwa tindakan semacam ini bisa menciptakan preseden buruk dan ketimpangan sosial, terutama di kalangan keluarga miskin yang sudah kesulitan secara ekonomi namun justru dibebani dengan persoalan administratif. Menurutnya, praktik semacam ini hanya memperlebar jurang ketidakadilan dalam akses pendidikan.
SAPMA Pemuda Pancasila Kabupaten Sidoarjo pun memberikan apresiasi tinggi terhadap sikap progresif Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur yang telah menginstruksikan agar semua sekolah negeri di wilayah provinsi tidak lagi menahan ijazah siswa dengan alasan tunggakan biaya.
Lebih lanjut, SAPMA juga mendesak agar instruksi tersebut segera diimplementasikan oleh seluruh Cabang Dinas Pendidikan, khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
“Kami mendorong agar kebijakan ini tidak berhenti di atas kertas. Harus ada tindakan nyata dan pengawasan langsung dari Cabang Dinas Pendidikan agar tidak ada sekolah yang berani melanggarnya,” tegas Andre.
Organisasi ini juga menyoroti pentingnya peran negara dalam menjamin pendidikan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Andre menyatakan bahwa negara tidak boleh absen dalam upaya membangun sistem pendidikan yang adil, inklusif, dan berpihak pada rakyat kecil.
“Negara harus hadir untuk rakyat. Jangan biarkan siswa yang telah lulus kehilangan kesempatan kerja atau melanjutkan pendidikan hanya karena ijazah mereka disandera. Ini jelas tidak sejalan dengan semangat keadilan sosial,” ujarnya lagi.
Senada dengan itu, Wakil Bendahara SAPMA Pemuda Pancasila Kabupaten Sidoarjo, Arri Pratama, juga mengingatkan agar proses pendistribusian ijazah dilakukan secepat mungkin dan tanpa adanya pungutan liar. Ia meminta agar sekolah-sekolah yang selama ini masih menahan ijazah segera menyerahkannya kepada siswa tanpa syarat tambahan.
“Sudah waktunya kita memutus praktik-praktik pendidikan yang menyimpang. Pembagian ijazah tidak boleh disertai biaya tambahan apapun. Pemerintah harus mengawasi dengan ketat agar tidak ada celah pungli,” ungkap Arri.
Ia juga menekankan bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang berdampak langsung terhadap pembangunan bangsa. Oleh karena itu, semua pihak — dari pemerintah daerah hingga lembaga pendidikan — harus berkomitmen penuh dalam menyelesaikan persoalan ini.
SAPMA Pemuda Pancasila Kabupaten Sidoarjo menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu-isu pendidikan, khususnya di daerah. Mereka juga membuka ruang bagi siswa atau orang tua yang merasa menjadi korban penahanan ijazah agar berani melapor dan mendapatkan pendampingan.
“Kami siap menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah. Jika ada yang merasa dirugikan, silakan lapor. Ini bukan hanya soal ijazah, tapi soal masa depan generasi penerus bangsa,” pungkas Andre.
Dengan dukungan dari berbagai elemen masyarakat seperti SAPMA Pemuda Pancasila, diharapkan upaya membersihkan praktik keliru di dunia pendidikan bisa berjalan lebih efektif. Pemerintah daerah pun diharapkan segera bertindak cepat dalam mengeksekusi kebijakan larangan penahanan ijazah agar tidak menjadi angin lalu.
Pendidikan yang berkualitas dan merata adalah tanggung jawab bersama. Maka, setiap kebijakan yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dalam dunia pendidikan perlu dikawal, diawasi, dan dievaluasi secara berkala. Komitmen kolektif seperti inilah yang menjadi kunci dalam mewujudkan sistem pendidikan yang benar-benar memanusiakan manusia.
[4R]