TUBAN. pojokkasus.com – Program Desa Digital yang digagas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban kini menuai sorotan publik. Program yang bertujuan memodernisasi desa melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk meningkatkan pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, serta perekonomian desa itu, justru memunculkan polemik penggunaan anggaran bernilai miliaran rupiah.
Pasalnya, biaya fasilitas internet yang dibebankan kepada desa mencapai Rp30 juta per desa per tahun. Jika dikalkulasikan dengan jumlah 328 desa/kelurahan di Kabupaten Tuban, maka anggaran yang digelontorkan bisa menembus hampir Rp10 miliar per tahun.
Namun, mahalnya biaya tersebut tidak sebanding dengan kualitas layanan, sebab masih banyak keluhan terkait jaringan internet yang lemah (lemot) dan tidak optimal.
Ketua LSM GMBI Wilayah Teritorial Jawa Timur, Sugeng SP, saat dikonfirmasi pada Rabu (09/09/2025) menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan monitoring langsung ke sejumlah desa dan menemukan bukti konkret mengenai pembayaran Rp30 juta per tahun untuk internet desa.
“Kalau dihitung secara keseluruhan, anggaran yang masuk ke perusahaan mitra pemerintah jumlahnya fantastis. Namun faktanya, kualitas layanan di lapangan justru jauh dari harapan. Ini jelas menimbulkan pertanyaan besar terkait mekanisme pengadaan hingga transparansi anggaran,” tegas Sugeng. Selasa (09/09/2025)
LSM GMBI telah melayangkan surat klarifikasi resmi kepada Dinas Sosial P3APMD Tuban, namun hingga saat ini surat tersebut belum mendapatkan jawaban. Dalam pertemuan langsung dengan Kepala Dinas Sosial P3APMD, jawaban yang diberikan pun dinilai tidak substantif, bahkan dilemparkan ke Dinas Kominfo.
Ironisnya, saat LSM GMBI melakukan klarifikasi ke Dinas Kominfo, pihak teknis menyatakan bahwa Kominfo hanya bertugas memastikan aplikasi Siskeudes dapat diakses, sementara urusan anggaran berada di ranah Dinas Sosial P3APMD. Kondisi ini membuat publik menilai kedua instansi saling lempar tanggung jawab.
Dari perspektif hukum, program ini bersinggungan langsung dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi penggunaan anggaran negara. Regulasi yang relevan antara lain:
1. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Pasal 9 ayat (1) menyatakan badan publik wajib mengumumkan informasi secara berkala “Jika pejabat publik tidak memberikan informasi yang diminta masyarakat/LSM, dapat dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 52 UU KIP.”
2. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 72 ayat (1) huruf d menegaskan bahwa Dana Desa digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Jika penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukan, dapat berpotensi terjadi penyalahgunaan anggaran.
3. UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Pasal 3: setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri/orang lain menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau sarana yang ada padanya yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.
4. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Setiap pengadaan barang/jasa wajib dilakukan melalui mekanisme lelang yang transparan. Jika program internet desa dilakukan dengan penunjukan langsung tanpa dasar hukum yang jelas, maka berpotensi melanggar regulasi ini.
5. Apabila terbukti terdapat penyalahgunaan anggaran atau markup biaya pengadaan fasilitas internet desa, maka:
Pejabat terkait dapat dikenakan tindak pidana korupsi (Pasal 2 dan 3 UU Tipikor).
Pejabat yang menghambat keterbukaan informasi publik bisa dikenai sanksi administratif, bahkan pidana (UU KIP).
Mitra penyedia jasa internet yang terbukti melakukan persekongkolan dalam pengadaan bisa dijerat dengan Pasal 22 UU Tipikor tentang persekongkolan tender.
Sugeng SP mengingatkan bahwa fenomena saling lempar tanggung jawab antar dinas menunjukkan rendahnya integritas pejabat publik.
“Jangan sampai masyarakat turun ke jalan hanya untuk menuntut keterbukaan informasi. Pejabat publik itu digaji dari uang rakyat, sehingga wajib bertanggung jawab menjawab pertanyaan rakyat. Diam bukanlah solusi, justru memperkuat dugaan adanya masalah serius dalam program ini,” pungkasnya.
- LSM GMBI berjanji akan terus mengawal kasus ini dan siap menempuh jalur hukum apabila tidak ada kejelasan dari Pemkab Tuban terkait transparansi penggunaan anggaran program Desa Digital. Bersambung. Bersambung (T7)