Tuban, pojokkasus.com – Maraknya isu dugaan penyimpangan distribusi dan penjualan pupuk bersubsidi di seluruh Jawa Timur menuai sorotan tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) Wilayah Teritorial Jawa Timur. Lembaga ini menegaskan komitmennya untuk melakukan monitoring sosial kontrol demi memastikan kebijakan pemerintah benar-benar berpihak pada petani.
Ketua LSM GMBI Wilter Jatim, Sugeng, SP, dalam pernyataannya pada Jumat (19/9/2025), menyampaikan bahwa tujuan program subsidi pupuk adalah menurunkan biaya produksi, meningkatkan produktivitas pertanian, menjamin ketersediaan pupuk, serta menjaga keberlanjutan usaha tani dan ketahanan pangan nasional.
Oleh karena itu, setiap bentuk penyimpangan distribusi dan penjualan pupuk subsidi dinilai sebagai pengkhianatan terhadap kepentingan rakyat.
“Subsidi pupuk merupakan bentuk kehadiran negara dalam menjaga keberlangsungan sektor pertanian. Namun jika distribusinya dimanipulasi, maka petani kecil yang dirugikan. Kami akan turun langsung mengawal agar tidak ada oknum yang bermain-main dengan kebijakan pro-rakyat ini,” tegas Sugeng.
LSM GMBI menegaskan bahwa ketentuan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi telah jelas diatur melalui Keputusan Menteri Pertanian RI No. 644/KPTS/SR.310/M/11/2024, yakni:
Urea Rp2.250/kg
NPK Phonska Rp2.300/kg
NPK Kakao Rp3.300/kg
Pupuk Organik Rp800/kg.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dijerat dengan regulasi hukum, di antaranya:
1.UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
2.UU Darurat RI No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi.
3.Perppu No. 8 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang-Barang dalam Pengawasan.
4.Perpres No. 15 Tahun 2011 jo. Perpres No. 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam Pengawasan.
5.Permendagri No. 4 Tahun 2023 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.
UU Perlindungan Konsumen.
Dengan dasar hukum tersebut, setiap praktik penjualan pupuk subsidi di atas HET, distribusi ilegal di luar jalur resmi, atau penjualan kepada pihak yang tidak berhak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ekonomi maupun tindak pidana korupsi.
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial, LSM GMBI Wilter Jatim menyatakan akan melakukan monitoring masif di seluruh wilayah Jawa Timur.
Langkah awal dilakukan melalui pendekatan persuasif dengan memberikan edukasi kepada distributor dan agen kios pupuk, agar tidak terjerat permasalahan hukum.
Beberapa poin penting yang dihimbau GMBI kepada distributor dan agen kios, antara lain:
– Tidak menjual pupuk bersubsidi di atas HET.
– Tidak mengalihkan distribusi pupuk subsidi di luar jalur resmi.
– Tidak menjual kepada pihak yang tidak berhak (non-petani).
– Tidak melakukan repackaging pupuk subsidi menjadi kemasan non-subsidi.
– Bagi kios yang belum memiliki legalitas resmi, diminta segera mengurus perizinan formal di instansi terkait.
Sugeng menegaskan, edukasi ini bertujuan mencegah terjadinya praktik pelanggaran yang dapat merugikan petani sekaligus menjerat pelaku ke ranah hukum.
“Pupuk subsidi adalah barang dalam pengawasan negara. Kami tidak ingin ada mafia pupuk yang mempermainkan kebutuhan petani. Jika langkah persuasif ini tidak diindahkan, kami siap melaporkan temuan di lapangan kepada aparat penegak hukum,” pungkas Sugeng. Bersambung ( T7 )

 
							




