Sidoarjo, pojokkasus.com – Aroma tidak sedap menyeruak dari tubuh Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) Provinsi Jawa Timur, Pasalnya Proyek pengadaan alat berat senilai miliaran rupiah tahun anggaran 2024 kini menjadi sorotan tajam publik dan aktivis sebagai kontrol sosial.
Khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM-GMBI) menuding, “Ada potensi praktik pengadaan fiktif hingga permainan anggaran yang berbahaya bagi integritas birokrasi. Kamis. (04/08/2025/)
Melalui surat klarifikasi resmi bernomor 0188b/S.kl.pusda/DPW JATIM-LSM GMBI/VIII/2025, GMBI Jatim menyoroti tiga paket strategis:
Amphibi Excavator (Kode Paket ABP-P2410-10649669)
Excavator Type Standart (Kode Paket ABP-P2410-10806485)
Excavator Mini Long Arm (Kode Paket ABD-P2404-9145964)
Ketiga paket tersebut sejatinya diperuntukkan memperkuat pengelolaan sumber daya air. Namun alih-alih menghadirkan solusi, justru melahirkan tanda tanya besar: benarkah excavator itu nyata, atau sekadar catatan fiktif di atas kertas?
Pihak Dinas PU SDA Jatim buru-buru mengeluarkan klarifikasi. Mereka mengklaim seluruh proses sudah sesuai prosedur, yakni lewat mekanisme e-purchasing dalam katalog elektronik LKPP, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Menurut pejabat dinas, sistem katalog dianggap lebih cepat, efisien, dan akuntabel. Informasi penyedia pun disebut otomatis muncul di aplikasi LKPP dan AMEL (Monitoring Evaluasi Lokal). Jika belum tampil, alasan mereka, itu murni kendala teknis.
Keterangan itu langsung dipatahkan Ketua LSM GMBI Wilter Jatim, Sugeng SP, yang menyebut transparansi adalah harga mati dalam pengelolaan uang rakyat.
“Setiap rupiah anggaran negara wajib terbuka dan bisa dipertanggungjawabkan. Itu tegas diatur dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” tegas Sugeng.
Ia menekankan, sistem e-catalog sejatinya harus menampilkan vendor resmi, harga, dan spesifikasi barang secara terbuka ke publik. Jika penyedia tidak muncul di sistem, celah pengadaan fiktif hingga mark-up harga terbuka lebar.
“Dalih teknis tidak bisa diterima. Justru di situlah ruang permainan anggaran bisa terjadi,” tandasnya.
Sugeng menegaskan Jika benar terdapat penyimpangan konsekuensinya berat,
Kontrak batal demi hukum bila tidak memenuhi syarat sah perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata).
Selain itu, Pejabat terkait mulai dari PPK hingga PA/KPA, bisa dikenai sanksi disiplin berdasarkan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) mengancam pidana berat bagi pejabat dan penyedia nakal.
Pasal 2 dan 3 UU Tipikor menjerat penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara akibat pengadaan fiktif.
Pasal 55 KUHP menegaskan, pertanggungjawaban pidana dapat menjerat pejabat pengadaan maupun penyedia barang. Hukuman penjara 4–20 tahun atau seumur hidup, serta denda Rp200 juta–Rp1 miliar
Polemik ini kian terang benderang menunjukan lemahnya transparansi di tubuh Dinas PU SDA Jatim, Publik mendesak agar data vendor, nilai kontrak, harga satuan, hingga spesifikasi alat berat segera ditayangkan terbuka di sistem LKPP.
“Kalau memang bersih, buka saja semua data. Jangan berlindung di balik alasan teknis. Tanpa keterbukaan, pengadaan ini berpotensi menjadi ladang praktik korupsi,”Pungkas Sugeng.(GN).